Jumat, 27 Agustus 2010

Berita Kokpit

Sumber: Timex Kupang, Kamis, 26 Agusatus 2010


RDP Bersama Komisi VIII DPR RI
Masalah Warga Eks Timtim Kompleks

KUPANG, Timex--Persoalan eks pengungsi Timor Timur (Timtim) kembali menarik perhatian. Selasa (24/8), sejumlah warga eks Timtim yang tergabung dalam Komite Nasional Korban Politik Timor Timur (Kokpit) mengadakan dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR RI di Gedung Nusantara II Senayan-Jakarta Pusat.

Rombongan yang dipimpin Hukman Reni itu terdiri dari Batista Sufa Kefi (Ketua Umum Kokpit), Salataning (Sekjen Kokpit). Hadir pula perwakilan 17 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dari seluruh Indonesia. Rombongan ini datang memenuhi undangan Komisi VIII DPR RI untuk mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Panitia Kerja Pengungsi Komisi VIII DPR RI. Pertemuan yang berlangsung lebih dari 2 jam ini, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII, G. Radityo Gambiro didampingi sejumlah anggota fraksi dari partai Demokrat, Hanura, PDIP, Golkar dan PKS.

Dalam kesempatan itu, Hukman Reni selaku ketua delegasi menyampaikan ungkapan rasa terima kasih kepada Komisi VIII DPR RI yang telah meluangkan waktu menerima perutusan seluruh pengungsi Timtim pro Indonesia yang masih setia mempertahankan keindonesiaannya.

"Atas nama seluruh pengungsi eks Timtim, selaku pimpinan rombongan saya menyampaikan salam dan ungkapan terima kasih yang mendalam terhadap perhatian anggota dewan sekalian yang dalam suasana puasa masih mau menerima kami. Kami juga ingin menyampaikan salam hangat dan permohonan maaf dari tokoh muda warga eks Timtim, saudara Eurico Guterres, yang tidak sempat hadir di tengah kita," katanya mengawali pertemuan.

Menurutnya, pertemuan ini merupakan kesempatan terbaik untuk menyampaikan aspirasi seluruh warga eks Timtim yang sudah hampir sebelas tahun lamanya menanggung pilu di barak penampungan di wilayah Timor Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ia menjelaskan bahwa, sejak lepasnya Timtim dari Indonesia sebelas tahun lalu, memang telah banyak yang dilakukan pemerintah dan lembaga pemerhati pengungsi lainnya untuk menyelesaikan persoalan warga eks Timtim di pengungsian. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa, tidak sedikit pula persoalan yang belum terselesaikan dengan tuntas oleh pemerintah.

"Kami tidak menutup mata terhadap berbagai upaya yang ditempuh pemerintah dan lembaga kemanusiaan lainnya dalam menyelesaikan masalah pengungsi Timtim. Tetapi kita juga tidak menutupi kenyataan yang ada, bahwa hingga detik ini warga eks Timtim masih mengusap air mata dari prahara lepasnya Timtim sebelas tahun silam," kata Hukman.

Ia pun menyebutkan, permasalahan warga eks Timtim yang hingga kini belum dituntaskan secara menyeluruh diantaranya ialah masalah asset perorangan yang tertinggal di Timor Leste. Padahal menurutnya, dalam risalah Rapat Komisi C MPR RI tanggal 7 Agustus 2002 wakil rakyat Indonesia ini sudah merekomendasikan kepada pemerintah agar segera memproses penyelesaian aset-aset Indonesia di Timor Leste.

"Kalau tidak salah, dalam risalah itu, MPR menyarankan agar pemerintah bersama DPR RI segera meninjau dan menyesuaikan butir-butir tentang Timtim yang ada dalam peraturan perundang-undangan," kata bekas pencetus Presidum Pengungsi Timtim ini.

Dia juga menungkapkan, persoalan pengungsi eks Timtim yang masih 'terjepit' dalam meja pemerintah adalah, kenaikan pangkat bagi PNS, TNI, Polri, dan pemberian penghargaan kepada pensiunan dan purnawirawan.

Pemberian penghargaan dan kenaikan pangkat itu dipandang perlu mengingat Pemerintah Indonesian telah lebih dahulu memberiikan perhargaan kepada mantan Anggota GAM Aceh dengan menerbitkan Inpres Nomor 1 Tahun 2002 tentang Penyelesaian Masalah Aceh. Selain itu, pemerintah juga belum menuntaskan pembayaran gaji mantan anggota DPRD Timor Timur, yang masih tersisa dua setengah tahun masa kerja dewan.

"Bapak dan ibu dewan yang terhormat. Warga eks Timtim tidak minta Monas. Kami juga tidak minta gelar pahlawan atau keistimewaan lainnya. Kami hanya menuntut tanggung jawab pemerintah atas resiko yang kami alami akibat pelaksanaan jajak pendapat," kata Hukman.

Persoalan lain yang diungkit Hukman adalah mengenai pemberdayaan ekonomi bagi warga eks Timtim.

Ia menceritakan, dalam Konsep Pelaksanaan Registrasi Pengungsi eks Timtim yang diterbitkan Badan Administrasi Kependudukan dan Mobilitas Penduduk Kementerian Dalam Negeri, tanggal 30 Nopember 2000 disebutkan bahwa, pelaksanaan registrasi pengungsi eks Timor Timur dimaksudkan untuk memperoleh data dan arah minat pengungsi dengan memberi opsi kembali ke Timor Timur atau menetap di Indonesia.

Untuk setiap opsi yang dipilih harus sudah disepakati bentuk perlakuan yang akan diperoleh para pengungsi. Umpamanya, jika pilihannya kembali ke Timor Timur, maka pengungsi akan diupayakan memperoleh jaminan dari UNTAET dan CNRT berupa jaminan keamanan, jaminan hidup dan pekerjaan setelah berada di Timor Timur, jaminan memperoleh tempat tinggal dan jaminan pendidikan bagi anak-anak usia sekolah.

Apabila memilih menetap di Indonesia, pengungsi akan diupayakan memperoleh jaminan dari Pemerintah Republik Indonesia berupa jaminan keamanan dan keselamatan, jaminan hidup dan lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian pengungsi, jaminan memperoleh tempat tinggal, dan jaminan pendidikan bagi anak-anak usia sekolah. Dijanjikan pula bantuan perabotan dapur, lauk pauk, dan biaya hidup selama 6 (enam) bulan bagi yang memilih tinggal di lokasi resettlement.

"Sangat disesalkan, janji-janji itu masih jauh api dari panggang. Jarak antara janji dan kenyataan sungguh sangat panjang. Akibatnya hingga hari ini pengungsi eks Timtim masih saja berkelahi dengan rasa pedih yang tak kunjung berakhir," katanya.

Ia menambahkan, persoalan lain yang perlu mendapat perhatian serius pemerintah adalah, beasiswa pendidikan bagi seluruh generasi penerus warga eks Timtim mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi.

Dia juga menyarankan pemerintah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga eks Timtim, mengingat tingkat kesehatan keluarga warga eks Timtim sunguh sangat menyedihkan. Ia pun mengutip data Care International, yang menyebutkan bahwa dari 24 desa di Kabupaten Belu dan TTU, tercatat 2.224 anak pengungsi usia balita. Dari jumlah tersebut, 935 anak dinyatakan kekurangan gizi dan 20 orang anak yang lain tergolong kekurangan gizi berat.

Selain persoalan di atas, Kokpit juga mempertanyakan keterlambatan realisasi dana terminasi sebesar Rp 5 juta untuk warga eks Timtim di NTT. "Warga eks Timtim di 26 provinsi selain NTT, sudah menerima dana terminasi sejak September 2009 lalu. Tetapi khusus untuk NTT, masih menghadapi kendala serius di Kementerian Sosial dan Kementerian Kesra. Oleh sebab itu, kami mohon bantuan Komisi VIII DPR RI membantu memperjuangkan penyaluran dana tersebut," kata Ketua Umum Kokpit, Batista Sufa Kefi.

Menanggapi berbagai persoalan itu, para anggota Komisi VIII DPR RI yang hadir bersatu suara menyatakan keprihatinannya yang amat dalam. Sebab, pemerintah belum mampu menuntaskan persoalan warga eks Timtim yang telah menderita di kamp pengungsian selama hampir sebelas tahun. "Persoalan yang kalian sampaikan, akan menjadi perhatian serius Panitia Kerja Pengungsi Komisi VIII DPR RI," kata G. Radityo Gambiro.

Sebab itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi partai Demokrat itu berjanji akan melakukan kunjungan kerja ke NTT dalam waktu dekat, untuk melihat kenyataan yang dialami warga eks Timtim di wilayah itu. "Kami sengaja mengundang saudara-saudara dari Komite Korban Politik Timtim ini untuk bertukar pikiran, karena agenda pertama Panja Pengungsi adalah menyelesaikan persoalan warga eks Timtim," katanya, sambil menyebutkan bahwa setelah Idul Fitri, Panja Pengungsi Komisi VIII DPR RIA akan melakukan kunjungan kerja ke dua wilayah yaitu NTT dan Sulawesi Tenggara untuk mendalami persoalan yang dihadapi pengungsi eks Timtim.

Sementara itu, Manuel Kaisepo dari Fraksi PDIP menyampaikan keprihatinannya terhadap pemerintah yang tidak mampu menyelesaikan masalah pengungsi eks Timtim ini. "Tadi teman-teman menyebutkan kita memiliki dua Keppres dan dua inpres untuk menyelesaikan masalah warga eks Timtim. Tetapi kenapa pemerintah belum juga mampu menyelesaikan masalah kalian," kata Kaisepo.

Padahal, keppres dan inpres itu dibuat oleh pemerintah sendiri. "Mari kita sama-sama pergi tanya kepada pemerintah, apakah keppres-keppres dan inpres yang dia buat itu masih berlaku atau sudah kadaluwarsa. Kalau sudah tidak berlaku, kita minta segera bikin aturan yang baru supaya persoalan kalian bisa cepat diselesaikan," kata mantan wartawan senior Kompas ini.

Melalui pimpinan sidang, Komisi VIII DPR RI menyarankan agar Kokpit segera mengajukan data akurat pengungsi eks Timtim di seluruh Indonesia. Supaya ada acuan dasar yang tepat, untuk merencanakan penyelesaian masalah pengungsi Timtim.

"Saya dengar kalian punya data mengenai jumlah pengungsi di seluruh Indonesia. Silahkan serahkan kepada komisi atau panja, untuk dipelajari dan ditindaklanjuti," kata anggota dewan lainnya dari Fraksi partai Demokrat, Anita Gah, yang mengaku selama dua periode menjadi anggota DPR RI, selalu mencurahkan perhatiannya kepada persoalan pengungsi eks Timtim. Meskipun kenyataannya, sudah sebelas tahun lamanya persoalan pengungsi itu belum juga tuntas.

Permintaan para anggota dewan tentang data itu langsung disanggupi. "Kalau memang dibutuhkan, besok pun kami siap antarkan ke sini. Kami punya daftar anggota Kokpit dari seluruh Indonesia yang telah diverifikasi dan direkomendasi oleh bupati, walikota dan gubernur masing-masing," tantang Hukman.

Berkaitan dengan itu, Hukman pun menanggapi seruan anggota Fraksi PDIP, Hanun, yang meminta agar pengungsi eks Timtim bekerja keras tanpa bergantung pada bantuan pemerintah. "Supaya bapak dan ibu sekalian tahu. Saya dan teman-teman datang ke sini bukan mau mengemis bantuan atau minta belas kasihan. Kami datang menuntut tanggung jawab pemerintah terhadap resiko yang kami alami akibat Jajak Pendapat tahun 1999," tambahnya.

Di akhir acara sidang disepakati bahwa, Komisi VIII DPR RI melalui Panja Pengungsi akan memberi jawaban tertulis melalui email pemimpin rombongan, Hukman Reni, tentang butir-butir persoalan yang disampaikan dalam dengar pendapat tersebut. Sekaligus berjanji akan mempertanyakan hal itu kepada Kementerian Sosial, dalam rapat kerja pada dua atau tiga menggu mendatang.

"Komisi akan mempertanyakan persoalan bantuan Rp 5 juta untuk warga eks Timtim di NTT yang belum disalurkan sampai sekarang ini. Makanya kami butuh data jumlah anggota kalian yang akurat dan dapat dipercaya," kata pimpinan sidang menutup acara dengar pendapat Kokpit dengan Komisi VIII DPR RI itu. (*/vit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar